Lompat ke isi utama

Opini

Membangun Paradigma Pengawas Pemilu Yang Ideal: Antara Realita Dan Harapan

Abd. Rahim, S.H (Analis Hukum Bawaslu Kepulauan Meranti)
Abd. Rahim, S.H (Analis Hukum Bawaslu Kepulauan Meranti)

 

Indonesia merupakan negara yang demokratis, hal tersebut dapat dilihat dari penyelenggaraan pesta demokrasi yang melalui pemilihan umum untuk mengisi jabatan kekuasaan baik eksekutif maupun legislatif. Untuk memastikan penyelenggaraan pemilihan umum tersebut agar terlaksana secara jujur dan adil maka dibentuklah sebuah lembaga pengawas pemilu atau yang lebih dikenal dengan istilah Bawaslu, dengan harapan baik peserta, penyelenggara, maupun masyarakat umum tidak melanggar ketentuan yang diatur dalam Peraturan Perundang-undangan pada saat tahapan pesta demokrasi berlangsung.

Bawaslu sebagai lembaga pengawas pemilu yang dibentuk bukan sekedar untuk menambah jumlah lembaga negara yang keberadaannya dianggap abu-abu. Pandangan sederhananya begini, ada atau tidaknya lembaga tersebut tidak terlalu berpengaruh dengan kualitas penyelenggaraan roda pemerintahan disuatu negara, lantas mengapa Bawaslu masih dipertahankan? Pertanyaan ini muncul karena sering kali pada saat tahapan penyelenggaraan pemilu, Bawaslu menjadi "Target Operasi" Dari masyarakat umum karena dianggap gagal mengawasi jalannya pemilu (seperti demo besar di kantor Bawaslu 2019), atau bahkan yang lebih ekstrem dianggap tidak bekerja pada saat tidak ada tahapan pemilu seperti masa sekarang ini. 

Untuk menjawab keresahan ini tentunya Bawaslu harus membuka diri, bahwa sebagai lembaga publik yang bekerja demi kepentingan negara, orientasi utamanya dari pelaksanaan tugas & tanggung jawab Bawaslu yaitu kepada masyarakat. Sejalan dengan itu, prinsip Berorientasi Pelayanan kepada masyarakat merupakan salah satu nilai BERAKHLAK dalam dunia birokrasi yang wajib diterapkan. 

Realitanya paradigma pengawas pemilu saat ini terdistorsi, Bahwa fungsi Bawaslu sebagai lembaga pengawas pemilu dilaksanakan pada saat tahapan pemilu berjalan, pasca tahapan kelembagaan mengalami penurunan intensitas kinerja, masih banyak yang menganggap bahwa mengerjakan hal prosedural atau sekedar menggugurkan kewajiban adalah sesuatu yang lebih baik dibandingkan meningkatkan kompetensi diri sebagai insan pengawas pemilu. 

Pergeseran makna ini tentu harus diperbaiki secara bersama, bagaimana kemudian kompetensi diri insan pengawas dapat ditingkatkan secara maksimal dengan kegiatan seremonial yang minimal. Ada banyak sekali hal yang bisa dilakukan di luar tahapan pemilu bagi insan pengawas, seperti mendalami putusan MK soal pemisahan pemilu nasional & lokal, tafsir soal rekomendasi menjadi putusan pada saat pemilihan kepala daerah, perkembangan politik hukum RUU Pemilu, dan hal lain yang sekiranya dapat meningkatkan kompetensi diri sehingga pada saat tahapan insan pengawas tidak gugup dan gagap ketika menghadapi suatu permasalahan. 

Pada akhirnya penulis mengajak semua insan pengawas pemilu untuk terus meningkatkan kompetensi diri sebagai tanggung jawab demi terselenggaranya pemilu yang substantif & berkeadilan ke depannya, dengan begitu secara natural perspektif publik terhadap kelembagaan Bawaslu akan menjadi baik dan semakin lebih baik.

Penulis: Abd. Rahim, S.H (Analis Hukum Bawaslu Kepulauan Meranti

Opini